Jayapura, 20 Juli 2021 – Majelis Rakyat Papua (MRP) menyampaikan kekecewaannya terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak melibatkan mereka dalam rencana revisi Undang-Undang (UU) Otonomi Khusus (Otsus) Papua. RUU Otsus Papua saat ini sudah masuk ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibahas lebih lanjut.
“Itu adalah langkah sepihak Jakarta, tanpa persetujuan dan tidak sesuai dengan aspirasi rakyat Papua. Kami mengalami pembungkaman demokrasi hak orang asli Papua. MRP menganggap tidak ada niat baik dari Pemerintah Pusat membangun Papua sebagai satu kesatuan dalam NKRI,” ungkap Ketua MRP, Timotius Murib.
Timotius menjelaskan bahwa setelah 20 tahun pelaksanaan UU Otsus Papua, seharusnya pemerintah pusat dan masyarakat Papua duduk bersama untuk meninjau satu demi satu pasal UU tersebut, guna melihat kelemahan dan kelebihan pelaksanaannya. Revisi seharusnya tidak hanya berfokus pada dana dan pemekaran wilayah.
“Contoh, implementasi UU Otsus Papua tidak bisa dilaksanakan karena dibenturkan dengan UU yang sektoral, seperti UU Otonomi Daerah sehingga menjadi tidak bernyawa dan tidak memberikan manfaat kepada orang asli Papua,” tambahnya.
Akibatnya, empat bidang prioritas dalam UU Otsus Papua, yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan, dan infrastruktur, tidak dapat dilaksanakan secara optimal untuk kepentingan masyarakat Papua.
Dalam revisi yang diajukan, pemerintah pusat hanya mengusulkan perubahan dua pasal dalam UU Otsus Papua. Pertama, Pasal 34 yang mengusulkan peningkatan plafon alokasi dana otonomi khusus dari 2% menjadi 2,25%. Kedua, Pasal 76 tentang pemekaran wilayah, yang sebelumnya membutuhkan persetujuan MRP dan DPR provinsi, kini diubah sehingga pemerintah dapat melakukan pemekaran secara sepihak.
Reaksi dari MRP menunjukkan bahwa masih banyak aspek yang perlu dibahas dan disepakati bersama agar revisi UU Otsus Papua dapat benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat Papua dan mendukung pembangunan di wilayah tersebut dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).